Ada empat teori tentang perilaku sehat yang lazim dikenal, yaitu: the ecological perspective, the health belief model, the theory of planned behavior (TPB), dan protection motivation theory.
The Ecological Perspective: Teori ini menekankan interaksi antara, dan keterkaitan dari faktor-faktor dari segala tingkatan masalah kesehatan, baik lingkungan fisik maupun sosiokultural. Dua konsep utama dari teori ini ialah untuk membantu mengidentifikasi intervensi untuk meningkatkan kesehatan. Konsep yang pertama, perilaku dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh semua level (intrapersonal, interpersonal, dan community level). Kedua, perilaku seseorang dapat membentuk dan dibentuk oleh lingkungan sosial (reciprocal causation).
McLeroy dan koleganya (1988) mengidentifikasi lima tingkat pengaruh health-related behaviors dan kondisi. Level-level ini meliputi: (1) intrapersonal atau faktor individu; (2) interpersonal factor; (3) institutional atau faktor organisasi; (4) community factors; dan (5) public policy factors.
Setiap tingkatan ini dapat mempengaruhi perilaku sehat. Sebagai contoh, misalnya ada seorang wanita yang menunda melakukan mammogram (screening untuk kanker payudara) yang direkomendasikan. Pada tingkat intrapersonal, tidak dilakukannya mammogram dapat diakibatkan karena ketakutan untuk mencari tahu bahwa dia memiliki kanker.
Pada tingkat interpersonal, dokternya mungkin mengabaikan untuk memberi tahu bahwa dia harus melakukan tes, atau dia memiliki teman yang mengatakan bahwa mammogram bukanlah hal yang penting. Pada tingkat organisasi, mungkin akan sulit mengatur jadwal pertemuan, karena hanya ada radiologis paruh waktu saja di klinik. Pada tingkat kebijakan (policy), dia mungkin tidak memiliki jaminan asuransi kesehatan. Jadi, yang menyebabkan seorang wanita tidak melakukan mammogram mungkin dapat diakibatkan oleh banyak faktor.
Konsep utama yang kedua dari ecological perspective (reciprocal causation) mengatakan bahwa sesorang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sesuatu disekitar mereka. Sebagai contoh, seorang pria yang memiliki kadar kolesterol yang tinggi akan sulit untuk mengikuti pola makan yang dianjurkan dokternya karena kantin di kantornya tidak menyediakan pilihan makanan yang sehat. Untuk menuruti instruksi dokternya, dia dapat mencoba untuk merubah lingkungannya dengan meminta manager kantinnya untuk menambahkan masakan sehat pada menu kantin, atau dia dapat membeli makanan ditempat lain. Jika dia dan teman-temannya memutuskan untuk memilih makan ditempat lain, kantin akan mengganti menunya untuk menjaga bisnisnya. Jadi, lingkungan kantin dapat memaksa pria ini untuk merubah kebiasaan makannya, tetapi kebiasaan makannya juga dapat merubah kantin tersebut.
The Health Belief Model: The health belief model (HBM) merupakan salah satu teori pertama tentang perilaku sehat, dan menjadi satu dari beberapa teori yang paling dikenal. Teori ini dikembangkan pada tahun 1950an oleh psikolog sosial (Hochbaum, Rosenstock, dan Kegels) di U.S. Public Health Service yang ingin menjelaskan kenapa hanya sedikit orang yang berpartisipasi pada program pencegahan dan pendeteksian penyakit. Sebagai contoh, Public Health Service mengirimkan unit mobile X-ray kepada warga untuk memeriksakan chest X-rays (screening tuberculosis) secara gratis. Walaupun gratis dan disebar di beberapa tempat strategis, program ini tidak terlalu sukses.
Teori ini menyatakan bahwa perilaku sehat ditentukan oleh keyakinan (beliefs) atau persepsi seseorang tentang penyakit (perceived threat) dan strategi-strategi yang tersedia untuk mengurangi apa yang telah terjadi atau perceived benefits and barriers.
Tiga faktor yang mempengaruhi percieved threat adalah Perceived seriousness, Perceived susceptibility, dan Cues to Action.
1. Perceived seriousness dari suatu masalah. Pertimbangan seseorang akan seberapa parah konsekuensi organik dan sosial yang akan terjadi jika mereka mengembangkan atau membiarkan suatu masalah. Semakin serius mereka percaya dampak yang akan terjadi, semakin mungkin mereka akan merasakan masalah sebagai suatu ancaman dan mengambil langkah pencegahan.
2. Perceived susceptibility (kerentanan) untuk terkena masalah. Evaluasi seseorang tentang kemungkinan mereka mengembangkan suatu masalah. Semakin beresiko terkena masalah atau penyakit, semakin mereka merasa bahwa masalah merupakan ancaman dan semakin ingin melakukan tindakan.
3. Cues to action. Diingatkan tentang potensi masalah kesehatan dapat meningkatkan kemungkinan merasa terancam dan melakukan tindakan. Cues to action dapat hadir dalam berbagai bentuk, seperti billboard tentang bahayanya hubungan seksual tanpa pengaman, teman yang sedang terkena suatu penyakit, atau episode tentang penyakit tertentu dan simtomnya di sinetron.
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa saat menimbang pro dan kontra melakukan perilaku sehat, seseorang menilai keuntungan (seperti menjadi sehat atau menurunkan resiko terkena penyakit) dan halangan atau biaya yang mereka rasakan saat melakukan perilaku sehat. Sebagai contoh, pada saat general checkup, halangan bisa merupakan pertimbangan finansial (“bisakah saya membayar tagihannya?”) konsekuensi psikososial (“orang-orang akan mengira saya telah tua bila melakukannya”), dan konsekuensi fisik (“dokter saya ada diluar kota, dan saya tidak memiliki mobil”). Hasil dari menimbang keuntungan dan halangan dinilai dengan Sum (penjumlahan): tingkat sejauh mana melakukan tindakan lebih menguntungkan daripada tidak melakukan tindakan. Jadi, pada perilaku sehat medical checkup, orang yang merasa terancam oleh penyakit dan percaya bahwa manfaat memeriksa kesehatan lebih besar daripada halangannya akancenderung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Tetapi bila seseorang tidak merasa terancam atau menilai bahwa hambatan untuk memeriksakan kesehatan terlalu besar, maka orang itu tidak akan memeriksakan kesehatannya.
Teori ini juga mengatakan bahwa karakteristik individu dapat mempengaruhi persepsi keuntungan, hambatan, dan ancaman mereka. Faktor-faktor ini meliputi usia, gender, ras, latar belakang etnis, kelas sosial, trait personality, dan pengetahuan sebelumnya tentang masalah kesehatan. Misalnya orang yang lebih miskin akan lebih melihat halangan yang besar untuk mendapatkan perawatan medis. Orang yang tua dan memiliki teman dekat yang sakit kanker atau jantung yang parah akan lebih merasa terancam dibandingkan dengan anak muda yang temannya dalam kondisi sehat.
Theory of Planned Behavior: Teori ini merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA) (Ajzen & Fishbein, 1980). Teori ini mengatakan bahwa intensi merupakan prediktor terbaik bagi perilaku yang akan seseorang lakukan. Berdasarkan model ini, intensi berperilaku dipengaruhi oleh sikap (attitude) seseorang tentang melakukan perilaku, keyakinan tentang individu yang dianggap penting menyetujui atau tidak menyetujui suatu perilaku (subjective norm), dan konstruk tambahan yang tidak ada pada TRA ialah keyakinan bahwa seseorang dapat mengontrol suatu perilaku (perceived behavioral control).
Dari gambar 3.3, kita bisa melihat bahwa sikap (attitude) merupakan interaksi antara keyakinan dan hasil yang akan diperoleh jika melakukan perilaku sehat. Misalnya, seseorang berpikir untuk melakukan olahraga. Dia akan berpikir jika dia berolahraga, dia akan merasa menjadi lebih sehat (hasil yang diharapkan) dan merasa lebih sehat merupakan sesuatu hal yang baik (asosiasi nilai).
Norma subjektif terdiri dari (1) keyakinan tentang bagaimana seseorang yang kita anggap penting bagi kita menginginkan kita untuk melakukan sesuatu (normative beliefs) dan (2) nilai yang kita miliki apabila kita mengikuti mereka (motivation to comply). Bila dari contoh melakukan olahraga, olahraga mungkin kita anggap sebagai hal yang diinginkan oleh ahli kesehatan dan atau teman kita untuk dilakukan (normative beliefs). Kemauan mengikuti apa yang mereka inginkan merupakan motivation to comply.
Perceived behavioral control (PBC) merupakan keyakinan sejauh mana seseorang berpikir bahwa dirinya memiliki kendali melakukan suatu perilaku. Misalnya jika seseorang berpikir bahwa dirinya dapat berolahraga setiap akhir pekan.
TRA/TPB telah digunankan dalam memprediksi beberapa perilaku sehat meliputi, penggunaan obat (McMillan dan Conner, 2003), aktivitas fisik (Hagger et al., 2002), perilaku seksual yang beresiko (Godin dan Kok, 1996), perilaku diet (Armitage dan Conner, 1999).
Protection Motivation Theory (PMT): Teori ini dikembangkan oleh Rogers (1975) yang berdasarkan apa yang dikerjakan oleh Lazarus (1966) dan Leventhal (1970). Teori ini telah digunakan dalam penelitian dengan dua bentuk: pertama, PMT digunakan sebagai kerangka kerja untuk mengembangkan dan mengevaluasi komunikasi yang persuasif; dan yang kedua, PMT digunakan untuk model sosial kognisi untuk memprediksi perilaku sehat.
Teori ini mengatakan bahwa seruan yang menakutkan (fear appeals) mungkin efektif untuk merubah sikap dan perilaku (Hovlan et al., 1953). Ketakutan dapat menjadi tenaga penggerak yang memotivasi perilaku trial and error. Jika seseorang menerima informasi yang menakutkan, maka seseorang akan termotivasi untuk menurunkan kondisi emosional yang tidak menyenangkan. Jika informasi juga mengandung saran untuk berperilaku tertentu, mengikuti saran merupakan salah satu cara untuk menurunkan ancaman. Jika saran untuk berperilaku dapat menurunkan ketakutan, maka perilaku tersebut akan diperkuat dan kemungkinan untuk melakukan perilaku di masa yang akan datang akan meningkat. Tetapi jika saran tersebut tidak menurunkan ketakutan atau tidak ada saran untuk melakukan perilaku, pilihan coping maladaptif, seperti menghindar atau menyangkal, akan digunakan untuk menurunkan tingkat ketakutan.
Menurut PMT, seseorang berintensi melakukan sesuatu karena memiliki motivasi untuk melindungi (protection motivation) dirinya. Motivasi untuk melindungi diri bergantung pada empat faktor, yaitu: (1) perceived severity, (2) perceived vulnerability, (3) perceived response efficacy, dan (4) Percieved self-efficacy.
Teori ini mengatakan bahwa apakah kita melakukan coping yang adaptif atau maladaptif diperoleh dari hasil dua penilaian, yaitu proses penilaian ancaman (process of threat appraisal) dan proses penilaian coping (process of coping appraisal). Penilaian ini dilakukan untuk melakukan perilaku yang dapat mengurangi ancaman. Kedua penilaian ini merupakan hasil dari intensi untuk melakukan respon yang adaptif (protection motivation) atau yang maladaptif. Respon maladaptif ialah dimana seseorang melakukan perilaku beresiko yang dapat menyebabkan konsekuensi negatif (contohnya merokok) dan absence of behavior yang dapat menyebabkan konsekuensi negatif (contohnya tidak menghadiri pemeriksaan kanker payudara dan kehilangan kesempatan untuk mendeteksi tumor lebih awal).
Boleh tahu sumber referensi teori perspektif ekologi yang diatas dunk,,
BalasHapussoalnya penelitian saya memakai teori tersebut,,
makasih.
^_^
Boleh tahu sumber referensi teori perspektif ekologi yang diatas dunk,,
BalasHapussoalnya penelitian saya memakai teori tersebut,,
makasih.
^_^
boleh banget.. langsung ke sini aja yah... http://www.cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/theory.pdf
BalasHapusBoleh tau sumber dari teori planned behavior dan perceived behavioral controlnya? Soalnya penelitian saya menggunakan teori tersebut, terima kasih :-)
BalasHapusMas, bole minta email nya gak? Saya mau sharing
BalasHapusReferensi untuk protection motivation dr mana ya ka? Aku butuh buat tugas akhir
BalasHapus